Kamis, 29 Desember 2011

Tiga TKW Lolos dari Algojo Pancung, Mengapa?

 DEWA NEWS

Tenaga kerja wanita (TKW) itu akhirnya bisa pulang. Ia lolos dari ancaman algojo pancung.

Demo dukung TKW 
DEWAnews – Senyum tersungging di bibir Bayanah Binti Banhawi (29), saat menginjakkan kakinya di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu 28 Desember 2011. Tenaga kerja wanita (TKW) itu akhirnya bisa pulang, dan yang lebih  penting , ia lolos dari ancaman algojo pancung yang mengintainya selama lebih dari lima tahun di Arab Saudi.
Sejak April 2006 lalu, TKW asal Desa Ranca Labuh, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Banten, dipenjara di Riyadh, Arab Saudi. Dengan tuduhan membunuh anak majikannya. "Alhamdulilah bisa kembali, saya kapok dan trauma kembali lagi ke sana (Arab Saudi)," kata Bayanah setibanya di Lounge TKI, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu 28 Desember 2011.
Bayanah lantas menceritakan kasus yang menjeratnya, yang berawal dari ketidaksengajaan saat mengurus anak majikannya. "Anak yang saya asuh itu cacat, kaki dan tangannya tidak lurus," ujarnya. Saat dimandikan, tangan anak itu terkilir dan membengkak. "Dari situ saya malah dituduh membunuh anak majikan saya dengan cara menyiram air panas," ujarnya.
Ia pun dibui. Anak majikan tersebut kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit, saat Bayanah sudah di penjara. Tak hanya disel, Bayanah juga mendapat hukuman cambuk sebanyak 300 cambukan. "Setiap setengah bulan dicambuk 50 sampai 300 cambukan," ujarnya.  Untung,  ia kemudian mendapatkan pemaafan dan dikenai denda (diyat) 55 ribu real, yang telah dibayar pihak KBRI.
Perempuan 29 tahun itu menceritakan, kasus hukum yang menimpanya membuyarkan impiannya meraih real di negeri “petro dolar” itu. Selama tiga bulan bekerja di rumah majikannya itu, ia tak menerima gaji sepeser pun. "Saya belum pernah kirim. Saya tidak pernah menerima gaji," kata dia.
Bagi kedua orang tuanya, Banhawi dan Aswati, kepulangan Bayanah adalah doa yang terkabul. Bersama anak Bayanah, Andri Irawan, mereka menunggu kepulangan putrinya sejak pagi di bandara. “Saya deg-degan ketemu anak saya setelah 6 tahun," ujar Aswati, dengan mata berkaca.
Bayanah tak sendirian. Dua TKW lainnya juga akan dipulangkan, Jamilah binti Abidin Rofi’i alias Juariyah binti Idin Rofi’i, dan Neneng Sunengsih Binti Mamih (34 tahun).
Jamilah yang asal Cianjur akan dipulangkan dari Arab pada 28 Desember 2011 dari Bandara King Abdul Azis International, Jeddah. Ia didampingi pejabat Konsulat Jenderal RI di Jeddah.  Ia dituduh membunuh majikannya, Salim al Ruqi (80 tahun) yang diduga akan memerkosanya.
Karena tuduhan tidak kuat, Jamilah lalu mendapat pemaafan keluarga majikan di hadapan Raja Abdullah. "Namun tidak terbukti membunuh dan salah satu keluarga majikannya memaafkan tanpa kewajiban membayar diyat," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, Rabu siang.
Yang juga akan menyusul pulang adalah Neneng Sunengsih Binti Mamih. TKI asal Sukabumi, Jawa Barat itu akan dipulangkan sekitar sepekan atau dua pekan kemudian dari Riyadh. Penundaan kepulangan karena menunggu penyelesaian “exit permit” (izin keluar) yang melibatkan pihak majikan tempatnya bekerja.
Neneng dituduh membunuh bayi majikannya yang berusia 4 bulan setelah meminumkan susu. Neneng sempat meringkuk di Penjara Al Jouf, Riyadh. Karena kasusnya juga tidak terbukti secara hukum, Neneng dibebaskan tanpa membayar diyat.
Saat dimintai tanggapan soal pembebasan Neneng, keluarganya di Sukabumi justru kaget dan bingung. Ternyata, selama ini mereka tidak tahu kasus hukum yang menimpa Neneng. Putrinya, Resti Widiawati (16) dan ibunya, Nunung (50) sontak menangis, sedih bercampur bahagia.
“Alhamdulilah anak saya nggak jadi dihukum mati. Namun saya tetap sedih kenapa baru tahu kejadian ini hari ini. Kenapa saya harus tahu kejadian ini dari wartawan bukan dari Neneng dan petugas lainnya,” ungkap Nunung, sambil memeluk potret Neneng.
Jumhur mengatakan, pembebasan ketiga TKW berkat peran Satuan Tugas Penanganan TKI.  Saat ini, dia menambahkan, Satgas TKI mendampingi misi mantan presiden Burhanuddin Jusuf Habibie. “Untuk pembebasan TKI Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka yang juga terancam hukuman mati.”
Data Satgas TKI menyebutkan, sebanyak 47 TKI terancam mati. Sebanyak 30 sudah divonis dan 17 lainnya masih tahap investigasi.
Dari 30 kasus, 12 kasus dibatalkan dan dikembalikan pemeriksaan ulang, 7 kasus memperoleh maaf dari pihak keluarga, yakni Hafid, Ahmad Fauzi, Sulaiman, Jamilah, Bayanah, dan Neneng. Tiga kasus tetap dikenakan qishas, yakni Tuti Tursilawati, Siti Zaenab dan Satinah. Dua kasus lainnya berubah dari qishas ke ta'zir, yakni Aminah dan Darmawati.
Nasib Tuti
Sayangnya, berita gembira pemulangan tiga TKW,  tak diikuti kabar baik soal nasib TKW asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati, yang divonis mati oleh pengadilan Arab Saudi. Hingga saat ini keluarga korban belum membuka hati, dan memberikan maaf sebagai syarat gugurnya hukum qishas – nyawa dibayar nyawa.
Ketua Satgas Penanganan TKI, Maftuh Basyuni mengatakan, pihaknya sudah mengupayakan berbagai cara untuk membebaskan Tuti. "Tentang Tuti, kami sudah berupaya berbagai cara, seperti pendekatan ke tokoh kabilah, ulama atau mantan hakim dan orang berpengaruh di Thaif, tapi belum menggoyahkan hati keluarga untuk memberi maaf," kata  Ketua Satgas TKI Maftuh Basyuni kepada VIVAnews, Rabu 28 Desember 2011.
Termasuk upaya terakhir dengan menghadirkan mantan presiden RI, BJ Habibie, yang diharap dengan ketokohan dan kedekatannya dengan para pemimpin Arab Saudi, dapat menyelesaikan dengan baik.
Habibie dan Satgas bahkan telah menemui salah satu pangeran paling berpengaruh di Arab Saudi, Al Walid bin Talal Al Saud. Sang Pangeran yang dikenal kaya raya sekaligus bos Kingdom Holding Co, perusahaan yang berniat membangun gedung tertinggi di dunia, menjulang 1 kilometer ke langit, Kingdom Tower.
Saat ditemui di kantornya di Kingdom Emperium, Riyadh, Minggu malam, 26 Desember 2011, Al Walid telah mengucap janji akan membantu usaha pembebasan Tuti.
Sementara itu, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, salah satu faktor yang menghalangi upaya mendapat maaf adalah latar belakang keluarga majikan Tuti yang berasal dari kabilah berpengaruh di Arab Saudi. Harga diri mereka sangat tinggi, sulit memberikan maaf bagi kejahatan yang dilakukan Tuti. "Tuti kasusnya paling berat, berlapis. Selain membunuh, dia dituduh mengambil uang 31 ribu real dan perhiasan seharga Rp320 juta," kata Jumhur Rabu siang.
Pesimisme juga ditunjukkan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Nisma Abdullah, LSM yang mendampingi Tuti. "Kami pesimis, karena waktu Tuti bisa diselamatkan tinggal satu bulan lagi. Anggota Satgas TKI Humphrey Djemat saat ketemu di Hotel Haris menyatakan waktu pemancungan Tuti tinggal 40 hari. Sangat-sangat kecil kemungkinannya untuk diselamatkan," kata Nisma saat berbincang dengan VIVAnews.com, Senin 26 Desember 2011.

Nisma menghargai upaya pemerintah dengan mengutus mantan Presiden BJ Habibie untuk mengupayakan penyelamatan Tuti tersebut. Namun, dia menuntut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun langsung menangani kasus ini.
Sebaliknya, kabar pemulangan tiga TKW menerbitkan harap ibu Tuti, Iti Sarniti. “Katanya akan pulang tapi saya tidak tahu pastinya kapan. Saya sangat berharap Tuti bisa pulang. Kami pasti bahagia sekali kalau dia bisa pulang,”kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 28 Desember 2011.
Pada 11 Mei 2010, Tuti Tursilawati diketahui melakukan pembunuhan terhadap Suud Malhaq Al Utibi dengan cara memukulkan sebatang kayu kepada Suud di rumahnya, yang diakibatkan adanya tindak pelecehan seksual kepada Tuti oleh majikannya.

Atas peristiwa pembunuhan itu, Tuti kemudian kabur sekaligus membawa uang senilai 31.500 Real Saudi berikut satu buah jam tangan dari rumah keluarga majikannya. Dalam pelariannya itu, ia menjadi korban kebiadaban sembilan pria yang memperkosanya. Tuti akhirnya divonis mati, para pemerkosanya hanya dihukum 9 bulan bui
• dewa news

Tidak ada komentar:

Posting Komentar